Saturday, January 30, 2010
Durban, South Africa (27-28 January 2010)
Durban adalah kota terbesar ketiga di Afrika Selatan dengan iklim seperti di Indonesia, panas dan lembab. Lokasi nya terletak tepat di sisi Samudra Hindia. Kota ini juga salah satu host Piala Dunia bulan Juni-Juli 2010 nanti, jadi pembenahan terjadi dimana-mana, termasuk di pantai di depan hotel saya menginap. Kalau dibanding Johanessburg, integrasi warganya lebih bagus. Di Johanessburg saya tidak pernah ketemu pasangan berbeda ras, di Durban pembauran seeperti ini terlihat sudah biasa.
Saat naik pesawat, saya tersenyum melihat tanda 'Hallal' tertulis di kemasan yogurt yang saya nikmati. Teman disamping saya yang kebetulan orang Afsel menjelaskan bahwa saya akan menemukan banyak hal yang 'Moslem Friendly' selama di Durban. Ternyata yang dibilang benar juga. Di hotel, walaupun pegawainya banyak etnik india dan tamu nya sebagian besar kulit putih; lokasi makanan halal dan non halal di pisah. Wow, saya salut dan merasa welcome.
Hari itu saya makan siang di Wilson's Whaf dengan kolega yang ikut dari Johanesburg dan juga yang lokal Durban. Yang, menarik teman-teman dari Durban ini berasal dari background yanng berbeda-beda: satu asli Durban dan mantan polisi pada jaman apartheid, berikutnya bernenek moyang dari Banglades, ada juga yang berasal dari Zimbabwe dan pindah ke Afsel karena sebagai kulit putih dia dan keluarganya sudah merasa tidak nyaman dengan pemerintahan Robert Mugabe. Tapi mereka mempunya satu hal yang sama; ramah dan helpful. Mereka juga memastikan ke saya bahwa semua makanan di restoran itu halal semua. Baik ya.
Di Durban saya sempat mengunjungi tiga tempat dari banyak site yang ditawarkan di kota itu: KwaMuhle Museum, Francis Farewell Square dan UShaka Marine Park. yang terakhir merupakan rekomendasi teman di Sangata. Well, let's see how good it is.
Sesuai rekomendasi juga, untuk alasan keamanan, saya pergi kemana-mana dengan taxi dari hotel. Supir taxi nya bernama Peter, ayah nya Peter berdarah Jerman dan ibunya Belanda. Saya meminta dia menunggu di mobil saat saya di musium, tetapi ternyata dia ikut masuk karena seumur-umur di Durban dia tidak pernah ke musium KwaMuhle.
Musium KwaMuhle adalah musium yang menampilkan jaman apartheid di Durban, Musium ini dulu nya adalah kantor tempat warga kulit hitam harus melapor untuk mendapatkan pekerjaan. Sebutan KwaMuhle berarti 'orang baik', ini refer kepada salah satu kepala kantor tersebut yang walaupun kulit putih tetapi punya usaha untuk memperbaiki keadaan waktu itu.
Banyak foto yang ditampilkan. Tetapi ada satu yanng sangat mengenaskan. Foto seorang penarik riksaw (Becak yang ditarik orang). Di situ terlihat riksaw yang 'European only' dengan penumpangnya yang kulit putih dan penarik nya kulit hitam. Yang membuat saya sedih adalah kostum penarik riksaw itu, dia memakai tanduk kerbau di kepala nya. Sangat merendahkan derajat. Saya membayangkan perasaan orang tersebut saat menarik riksaw dengan tanduk di kepalanya. Dia pasti seorang kakak, saudara atau bahkan suami atau ayah; yang seharusnya dihargai. Bukan diperlakukan seperti kerbau dengan kostum seperti itu.
Dari Kwamuhle saya pergi ke Ushaka Marine Park sambil melewati Francis Farewell Square. UShaka Marine Park seperti SeaWorld di Jakarta dikombinasikan dengan Ancol dan Waterboom. Jadi besar sekali. Karena hari itu sangat panas, saya lebih banyak menghabiskan waktu di Aquarium raksasa.
Pada perjalanan kembali ke hotel, saya minta diturunkan di area pantai untuk membeli suvenir. Tapi supir taxi tidak memperbolehkan,'Bahaya, tidak aman karena sudah mulai gelap.' Sayang banget. Melihat kekecewaan di muka saya, si Peter ini malah nawarin 'Bagaimana kalau besok saya menemani kamu jalan-jalan di pantai?' Well, nice try, but thank you, karena saya hari berikutnya sudah harus terbang ke Cape Town.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment