Saturday, July 14, 2012

DITIPU TUKANG BECAK (Beijing, China – March 2012)


Hotel Kapok - Beijing
Sejak awal tahun 2012, saya sudah berjanji pada dua anak saya bahwa saya tidak akan pergi meninggalkan Sangata kecuali kalau darurat atau berlibur bersama mereka. Tapi sulit ya, karena saya bekerja dan kerjaan kadang menuntut saya untuk bertemu atau pergi dengan kolega keluar Sangata, bahkan keluar negeri.
Yang terakhir ini yang kadang bikin anak-anak saya manyun, karena perginya biasanya makan waktu sampai seminggu, bahkan dua minggu. Saya juga sedih sih, kangen anak, kangen makanan indo, lalu kangen anak lagi ..... tapi apa boleh buat, demi sesuap berlian ... :)

Pada Bulan Maret 2012, saya harus ke China untuk urusan dinas.  Dari awal rasanya berat sekali, entah kenapa. Apalagi karena sebelum ke China saya harus menyelesaikan urusan di Singapore, perjalanan yang harusnya hanya empat hari jadi molor seminggu. Untung nya ada sih, saya dapat weekend di sana yang bisa saya pakai untuk jalan-jalan sendiri di ibukota RRC ini.

Pagi itu di Beijing, setelah tidur secukupnya dan sarapan, saya memutuskan berjalan kaki ke Tianamen Square (Lapangan Tianamen) dari hotel. Menurut informasi pegawai hotel. Saya hanya perlu berjalan 15 menit saja untuk sampai ke sana. Saya exciting sekali. Siapa yang tidak tahu di Tianamen Square saat 20 tahun lalu terjadi demo mahasiswa besar-besaran dan saat itu juga banyak mahasiswa yang menjadi korban penindakan dari penguasa komunis negara ini.

Udara pagi itu dingin sekali, aneh ya ... padahal sudah musim semi lho. Tapi saya ngotot aja jalan sesuai arah di peta. Setelah berjalan 10 menit, ada sebuah becak cina yang mengikuti saya. Becak di Beijing memakai sepeda seperti di Indonesia, tapi tempat duduk penumpang terletah di belakang supirnya dan tidak pakai penutup.

Pengendara becak itu tidak bosen-bosennya menwarkan saya ‘Tianaman Square ... three yuan ...’. Karena kasihan, akhirnya saya setuju naik becaknya. Lagian tiga yuan kan cuma sekita 5,000 rupiah. Saat sudah diatas becak saya konfrimas lagi ke tukang becak nya ‘Three yuan right?’  tanya saya. Si tukang becak bilang. ‘No no ... thirty yuan ..” katanya sambil menunjukan dengan jari nya angka tiga dan angka nol.   

Dengan pertimbanngan saya udah diatas becak sekitar tiga menit, saya maklum aja kalau rate becak naik 10 kali lipat dari tiga yuan ke tiga puluh yuan. Cuma 50,000 rupiah, nggak papa, kata saya dalam hati.
Di tengah jalan, tukang becak saya stop dan diganti oleh tukang becak yang baru. Saya sempat bingung, tapi si tukang becak baru bilang ‘ok, ok’ .... jadi saya manut aja. Saya mulai was-was saat becak masuk ke jalan kecil yang sempit. Tidak ada orang dan kendaraan yang lewat. Lalu saya diminta turun dan tukang becak menunjuk ke satu gerbang dekat saya samba bilang ‘Tianamen Square’.

Saya mengeluarkan uang tiga puluh yuan dan menyerahkan ke si tukang. Eh, dia menolak dan bilang ‘Three hundred yuan ...’ . Saya ngoto bahwa janjinya tiga puluh, bukan tiga ratus. Ngapain saya bayar tukang becak 500,000 rupiah ....  

Si tukang becak ngotot juga sambil memperlihat kan daftar harga lengkap dengan foto rekan-rekan banditnya sesame tukang becak. Disitu tertulis 300 yuan. Saya yakin itu palsu. Tapi saya lihat sekeliling yang sepi, siapa yang bisa jamin tukang becak ini ngak bisa kung fu atau pencak silat?? Dengan pertimbangan keselamatan, akhir saya bayar uang yang dia minta sambil memperkenalkan dia pada nama-nama penghuni neraka dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris!

Kesal kena tipu, kurang tidur dan cape jalan kaki, saya tidak menikmati kunjungan ke Tianamen Square. Yang saya dapat cuma ini.
Tianamen Square
 Sebenarnya saya bisa langsung pergi ke Forbidden City (Kota Terlarang) yang terletak satu kompleks dengan Tianamen Square. Pengen deh kesana, apalagi saya pernah lihat tempatnya di film ‘The Last Emperor’ yang menang banyak Oscar itu. 

Tapi saya malah kena flu, jadi saya putuskan kembali ke hotel. Padahal masih siang lho. Dan dari siang itu, sampai pagi hari berikut nya saya hanya berkeram di kamar, istirahat dan minum obat. Saya harus sehat hari berikutnya, karena ngak mau ketinggalan untuk melihat the Great Wall (Tembok Besar).
Hari minggu, dengan kepala setengah puyeng, saya memaksakan diri ikut tour naik bis ke Tembok China. Saya maksa diri sendiri karena saya tahu, dari tur delapan jam ini, paling wisatawan akan ada di tempat wisata hanya tiga jam. Sisanya dihabiskan untuk waktu perjalanan di atas bis dari satu tempat ke tempat lainnya. 

Lima jam .... lima jam tidur pulas di atas bis. Dengan flu dan pilek saya, kebayang keributan yang saya timbulkan saat tidur .... rrrrrrr .....zzzzz ..... rrrrrr..... kasihan penumpanng lainnya :)

Saya ikut turun di Makam Dynasty Ming (Ming Tomb). Makamnya da dibawah tanah, maunya seperti makam Firaun kali ya .... tapi menurut saya tidak menarik. Ngak bagus, dan juga sudah tidak otentik. Tangga nya tinggi dan tidak ada lift. Kalo bawa orang tua kasian ....

Nah, kalo tembok China memang bagus .... Kami mengunjungi Great Wall Mutianyu atau Tembok Besar di bagian Mutianyu. Tembok Besar terletak di atas bukit, dan berkunjung ke bagian Mutianyu adalah  pilihan yang bagus karena untuk naik ke bukit dimana Tembok Besar berada, kita bisa naik Chair Lift.

Dari jauh saja sudah kelihatan keagungan tembok ini. Seperti ular besar diatas bukit. Ngak kebayang bagaimana seribu tahun yang lalu orang-orang disana bisa membangun bangunan ke ‘grandeur’ ini.

Dan ini hasil foto yang saya dapat. Ngak rugi maksain ke sini walau kepala rasanya udah mau ngegelundung .....
The Great Great Wall of China

 Itu sekelumit kenangan saya di Beijing. Kalo ditawarin ke sana lagi kayaknya saya harus bilang ‘Ndak deh ...’. Kenangan buruk ama tukang becak (Benar-benar menyinggung kecerdasan saya ....he he ..) dan banyak orang sana yang agak kasar bikin saya kapok. Lagian saya udah megang Tembok Besar .... mau liat apalagi?

Seperti nama hotel yang saya tampilkan di pembuka tulisan ini .... ‘Kapok’ .......

(Mohon maaf bila tulisan saya menyinggung beberapa pihak, tapi ini kisah nyata lho .....).

Saturday, June 9, 2012

CHOCOLATE BANANA CREPES, NAPOLEON, MARIE ANTOINETTE DAN MY LITTLE LULU (Paris, Oktober 2011)


Paris dari deck teratas Eiffel Tower
 Hari sudah sore saat pesawat Air France yang membawa saya dari Amsterdam mendarat di bandara Charles de Gaulle Paris. Perjalanan dengan taxi ke hotel harus melewati kemacetan, karena saat itu jam pulang kerja. Sebenarnya saya bisa naik kereta dari airport ke stasiun dekat hotel, tapi koper saya bermasalah. Handle nya sulit diturunkan, kalo sudah turun sulit dinaikan. Saya sempat kerepotan sewaktu dalam kereta dari bandara Amsterdam ke kota. Jadi takut juga masalahnya terulang saat menuju Paris.

Karenanya saya harus merogoh kantong agak dalam untuk membayar taxi dan saya bisa liat betapa senangnya si Pak Supir. Sambil menengadah mencari kata-kata, dengan terbata-bata dia bilang ..."Eehhhh .... Senkyu ...Merci ....". Dan dengan sekali tekan dia langsung bisa menaikan handle koper saya. How did he do that? Omel saya dalam hati.

Lokasi hotel hanya satu blok dari menara Eiffel. Jadi tinggal check in, drop barang di kamar, shock sebentar melihat betapa kecilnya kamar saya dibanding rate yang saya bayar, baring beberapa menit .... lalu langsung kabur untuk melihat menara paling terkenal di dunia ini di saat senja!

Eiffel saat senja
Walau sudah gelap dan dingin, antrian untuk naik ke atas menara tetap panjang. Saya juga ikut ngantri. Ngak sabar mau liat Paris di waktu malam. Memang Paris pantas disebut 'The City of Lights'.

Setelah turun dari menara saya mencari makan malam, tidak banyak toko yang menjual makanan di sekitar menara. Jadi saya memilih membeli chocolate and banana crepes yang kebetulan dijual disana. Hangat dan enak sekali, apalagi lagi lapar dan udara dingin saat itu.

Eiffel, Paris and Napoleon


Keesokan hari nya saya memulai jalan-jalan di Paris. Oya, ini chapter kedua dari 'Me' holiday. Chapter pertama saya habiskan di Amsterdam. Saya punya waktu full day tiga hari di Paris. Hari pertama akan saya habiskan di sekitar Eiffel, keliling kota dengan bis wisata sambil mengunjungi tempat menarik seperti musium Louvre. Hari kedua akan ke Istana Versailles. Hari ketiga baru pergi ke luar Paris, tepatnya ke Mont Saint Michel di Normandy.

Jadi, di pagi yang cerah itu saya jalan kaki ke menara dan ..... Eifel, eifel, eifel, saya tidak tahu magnet apa yang membuat orang tidak bosan-bosan memandang dan memotretnya. Seperti saya juga.

Can't get the smile off my face!

Kok ada gambar Pramuka Indonesia di pengumuman menara ya?

Ada copet juga tuh ...
 Tidak terasa sudah lewat jam 12 siang. Saya celingukan cari penjual makan di sekitar menara. Ada beberapa tempat, tapi sebagian besar jual goreng-gorengan atau bakar-bakaran, jadi saya ngak bisa beli. Jadilah saya beli chocolate and banana crepes lagi ..... shhhh .... ngak nyampe 24 jam disini, masa' udah makan ginian dua kali Da .... C'mon Hilda ... adventurous dikit dong!!!

Setelah itu saya naik bus wisata untuk berkeliling Paris. Dengan membayar 23 Euro, kita bisa naik bis ini selama dua hari. Bis akan stop di hampir setiap tempat wisata yang popular. Yang asik, armada nya banyak. Jadi kalau kita turun di Musee d'Orsay misalnya, kita bisa naik bis berikutnya dalam waktu 15 menit.

Dapat deh saya muter-muter dan melihat keindahan kota Paris. Cantiknya setengah mati ........
Satu sudut Paris


Alexander Bridge
Arc de Triomphe

Champ de Elysees

Pemusik jalanan di Pont De L’ évéché Paris

Pont De L’ évéché Paris (Jembatan cinta)

Napoleon's Tomb

Place de la Concorde dan the obelisk dari Mesir

Place de la Concorde (Alun-alun kota)

Seine river yang membelah Paris
....... and the Island dimana lokasi Notre Dame

Yang saya perhatikan adalah, betapa Prancis memuja Napoleon, pemimpin Prancis yang pada akhir 1700an dan awal 1800an berhasil menguasai Eropa sampai ke Mesir.

Saya sempat berbicara dengan supir tur dan menanyakan benarkah Napoleon itu pendek seperti yang sering digambarkan? Dengan bangga nya dia menjawab bahwa itu hanya olok-olokan buatan Inggris. 'Padahal ukuran dia normal kok.' Kita semua tahu kalau akhirnya Inggris mengalahkan Napoleon di Waterloo.

Saya sempatkan diri ke musium Louvre. Beruntung, karena di depan pintu masuk ada yang memberi saya tiket gratis!
Musee de Louvre
 Jadi deh melihat lukisan paling terkenal sejagat .... Monalisa.
Madame Monalisa ... atau Senora Monalisa?





Kerumunan pengunjung melihat Monalisa













                                                                             
Si 'Kincir Angin Merah'

Jalan-jalan saya hari itu selesai karena saya harus balik ke hotel dan dandan untuk pergi ke Moulin Rouge. Yap, ada dress code nya. Tapi justru ini yang bikin kecele!!!

Saat sampai di theatre, semua penonton berdandan rapi. Banyak wanita yang pake high heel, para pria pakai jas. Semua penonton duduk di meja, dengan dinner dan wine. Saya mendapat sparkling water yang segar :)

Dan mulailah acara yang ditunggu-tunggu. Satu grup wanita dan pria menari dan menyanyi ..... lalu para wanita dengan sigap menarik atasan mereka dan sampai selesai yang saya lihat adalah sebuah topless show!!

I did not see it coming ... benar-benar ngak nyangka. Saya fikir pertunjukannya seperti yang ada di film yang dibintangi Nicole Kidman itu!

I don't mind to watch, apalagi sudah keluar duit sampai 170 Euro, apalagi jemputan saya baru datang saat pertunjukan selesai. Yang kasihan adalah para isteri yang datang dengan suami mereka .... sang suami menonton show dengan exciting sementara sang isteri menonton suami mereka dengan pandangan menyesal!

Yaah ..... bila tahu gini ngapain saya dandan rapi kalo yang ditonton malah pada ngak pake baju .... Saya sudah pernah nonton Simon Cabaret (Kabaret waria) di Phuket dan Opera di Sydney. Kalo di ranking pilih nonton yang mana, maka pilihan saya Sydney Opera, diikuti nonton bencong nyanyi di Phuket baru baru Moulin Rouge. Abis nyanyi nya ngak bagus ... tapi bapak-bapak punya pilihan berbeda kali ya :)

Marie Antoinette and Lulu

Hari berikut nya saya pergi ke Istana Versailles. Istana super besar dan mewah yang pernah saya lihat.
Interior Istana Versailles
Taman Versailles

Lukisan Penobatan Napolen dan Josephine

Istana ini juga yang menjadi lambang 'kebegoan' Raja Prancis Louise XVI saat itu, karena saat dia bermewah-mewah dengan permaisuri nya Marie Antoinette, rakyat hidup susah dan harus bayar pajak tinggi.

Pasti bingung ya kenapa diatas saya tulis 'kebegoan' ... ya, menurut saya Louise XVI bego karena salah satu sebab rakyat berontak adalah karena raja menaikan pajak yang kemudian uangnya dipakai untuk membantu perang kemerdekaan Amerika melawan musuh bebuyutan Prancis, Inggris. Jadi uang pajak itu tidak banyak yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat Prancis sendiri.

Tempat tidur Marie Antoinette
Morning view dari kamar Marie Antoinette



Seperti yang kita pelajari dalam sejarah, sang raja dan permaisuri nya diseret keluar dari istana nya dan tak lama kemudian dihukum pancung.

Balik ke Paris, saya memanfaatkan tiket bis tur hari kedua saya untuk pergi ke Notre Dame Cathedral. Saya mau liat dari dekat katedral yang terkenal di buku The Hunchback of the Notre Dame nya Victor Hugo itu.
Alun-alun di depan katedral
Notre Dame yang terkenal itu ...

Duduk dibawah matahari sore memandang katedral yang cantik ini membuat saya sentimentil. Sudah hampir satu minggu saya tidak ketemu anak saya Lulu dan Lilo. Kangen .... dan memandang katedral ini, rasa kangen saya bertambah.

Jadi ingat saat Lulu kecil, saya sering saya membacakan pertualangan si punuk Quasimodo dan gadis gipsi cantik Esmeralda di cerita Hunchback. Bagaiman Lulu tegang saat si jahat Frollo mengejar dan akan menangkap mereka dan berbinarnya mata Lulu saat orang-orang di Paris mengelu-elukan Quasimodo sebagai pahlawan.

Saya tidak tahu jam berapa saat itu di Sangata, yang saya ingat, saya langsung menelepon buah hati saya yang sudah 13 tahun itu. Pasti dia sendiri bingung, kok mamanya jadi emosional gitu pas nelepon. Yang saya bilang hanya, "Lulu, sekarang Mama lagi di depan Notre Dame. It's so beautiful, just like in the book . I promise, I will take you here one day ... I love you. I miss you."

Well, kayaknya saya memang sudah kelamaan ninggalin rumah .....

Dari Notre Dame saya ke Champ Elysees, jalan besar yang dipenuhi pertokoan. Saya terpesona melihat antrian panjang calon pembeli yang ingin masuk ke Louis Vuitton.

Malam itu saya memutuskan tidak makan, karena saya tidak suka makanan yang hambar ala Prancis. Italian resto penuh. Saya lihat ada iklan makanan Pakistan, ternyata malah tersesat mencari nya.

Mont Saint Michel dan Taxi Driver


Last day in Paris ..... subuh-subuh saya sudah naik taxi untuk berkumpul dengan turis lain dan naik bis bareng menuju Prancis Utara, tepatnya di Normandy. Normandy terkenal dengan D-Day saat Perang Dunia. Tentara Sekutu mendarat di pantai Normandy tahun 1944 dan kemudian membebaskan Prancis dari cengkraman Nazi Jerman.

Tapi tujuan saya bukan ke pantai Normandy, tapi ke Mont Saint Michel. Sebuah biara diatas gunung batu yang berumur lebih dari 1000 tahun.

Untuk menuju ke Saint Mont Michel kita harus naik bis delapan jam bolak-balik. Tapi semua nya ngak rugi, selain pemandangan di jalan yang indah ....









.... dan karena yang didatangi menawan sekali. Kalau dilihat dari jauh seperti istana dongeng.
Mont Saint Michel di kejauhan
Mont Saint Michel .. seperti istana dongeng
Gerbang masuk


Percaya ngak percaya, saat sore perut saya mulai keroncongan. Sepanjang jalan naik turun di biara ini dipenuhi toko suvenir dan restoran bergaya Medieval (Abad pertengahan).
Jalan kecil didalam komplek biara


Tapi lagi-lagi yang saya dapati adalah goreng-gorengan dan bakar-bakaran ..... jadi deh saya ketemu pacar lama ..... Chocolate and banan crepes!!

Tapi karena kali ini dinikmati di restoran, maka tampilannya lebih menggugah selera.
The famous Chocolate and Banana Crepes

Kalo memang jodoh ya ngak kemana ya ..... :) ... SShhh ...



Sekembali di Paris, semua turis diturunkan di tempat kita berkumpul. Jadi saya harus mencari taxi untuk balik ke hotel. Waktu itu sudah jam 8 malam dan saya sendiri. Anehnya saya tidak takut.

Saya menuju taxi stop di dekat musium Louvre. Supir taxi nya ganteng, dandannya rapi, rambut pirang dan kayaknya kebanyakan pake minyak rambut ....saya jadi inget seorang adik laki-laki saya yang suka dandan. Dan seperti biasanya, bila saya terbawa perasaan, pasti kebawa ke perbuatan. Dari sana ke hotel saya perlu 10 Euro, karena saya senang lihat si supir taxi, saya beri dia tips 10 Euro.

Sampai saya tiba di pintu hotel, saya masih mendengar si supir berteriak kegirangan  ..."Merci beaucoup, madame ... Merci beaocoup, madame ..!!". Saya berbisik dalam hati, 'Udah waktunya balik ke Indo Da ... kalo ngak kamu bakal ngabisin duit sana-sini gara-gara kangen keluarga.'

Waktunya memang tepat. itu adalah malam terakhir saya di Paris. Keesokan hari nya saya pulang ke Indonesia.

Au revoir Paris .... kapan-kapan aku balik lagi.








Tuesday, May 1, 2012

SEORANG INLANDER DI AMSTERDAM (Negeri Belanda, Oktober 2011)

Akhirnya, setelah dimimpi-mimpi dan di idam-idam, sampai juga saya ke Eropa untuk ‘Me’ holiday. Idenya nyuri punya teman di kantor yang mau liburan sendiri (Makasih ya Vie ....), tanpa keluarga tanpa teman. Biar pol refreshing nya .... (Bukannya ngak sayang keluarga lho, tapi kadang seorang Ibu perlu break juga!).

Saya cuma mutusin pergi ke Belanda dan Prancis, kenapa? Karena waktunya cuma sekitar seminggu dan dua negara ini masuk favorita saya dalam hal sejarah dan juga cantiknya.  

DITAHAN POLISI

Yang pertama saya injak adalah Amsterdam. Setelah 15 jam penerbangan dengan Garuda, akhirnya saya sampai di Schipol Airport. Ngantri di imigrasi saya deg degan karena ada beberapa orang yang tidak boleh lewat. ‘Aduh, mudahan bukan aku ya ...’ piker saya.

Apa nyana, saat sampai di depan petugas saya ditanya kenapa pergi sendiri, apakah pernah ke eropa sebelumnya, kenapa pake visa Schengen Prancis, dan beberapa pertanyaan lain. Mungkin petugasnya tidak puas dengan jawaban saya, maka saya diminta ikut kantor polisi bandara yang kebetulan ada diarea situ juga.

Pak polisi meminta menunggu didepan kantor nya sementara dia membawa paspor saya. Di sana banyak juga penumpang yang menunggu ‘dibebaskan’; ada segerombolan orang Rusia, orang Guatemala, beberapa orang dengan wajah timur tengah.

Di sebelah saya duduk seorang bapak dengan dandanan rapi. ‘Apakah Anda dari Turki?’ Tanya saya. ‘No, saya orang Irak’ jawabnya. Saya mulai gelisah. ‘Waduh, jangan-jangan aku disangka teroris’ kata saya dalam hati.

Namun setelah itu saya melihat seorang berperawakan eropa juga ditahan disana. Rambutnya pirang, dia membelakangi saya. Dari situ saya berkesimpulan ini hanya random cek aja, tidak ada hubungannya dengan terorisme. Tapi pikiran saya itu buyar ketika si pirang ini berputar menghadap saya. Di baju nya tertulis ‘Norway’ dengan huruf super besar!* Shhhh .... emang tampang gue kayak teroris?

Tapi teman-teman, ini ngak ada hubungan ama jilbabku ya, karena banyak wanita berjilbab yang boleh lewat imigrasi kok.  

*Beberapa bulan sebelum saya tiba di Amsterdam, seorang garis kanan Norwegia, Anders Brevik, meledakan bom di Oslo dan menembak 69 anak muda Norwegia.

Namun saya hanya menunggu 15 menit ketika polisi memanggil saya, memberikan beberapa pertanyaan sederhana dan memperbolehkan saya lewat. Senengnya .... ngak kebayang kalo harus disuruh balik ke Indonesia ..... rugi banget.

Lepas dari imigrasi, ambil bagasi, di beri informasi soal kereta dari airport ke kota oleh petugas belanda tulen yang jago bahasa Indonesia (termasuk gaul nya); rasa kesal saat ditahan langsung hilang!  

CANTIKNYA INI KOTA ......

Sampailah saya ke Amsterdam ..... ada perasaan sentimental yang nyentil saya. Entah karena saya suka belajar sejarah, atau karena saya orang Indonesia ya?

Susana di Amsterdam membawa saya ke berabad-abad lalu. Saya membayangkan bagaiman orang-rang disini mengontrol Inlander yang ada di East Indische. Amsterdam adalah sebuah kota tua yang cantik, semua bangunan yang ada disisi kanal adalah bangunan yang sudah ratusan tahun umurnya.

Saya memilih menginap di hotel Amstelzech yang terletak tepat disisi kanal. Pemandangan dari kamar saya cantik sekali.


Tapi saya prefer melihat keindahan dengan jalan-jalan daripada dari jendela, jadi setelah istirahat sejenak, saya putuskan untuk jalan kaki memutari Amsterdam. Dingin ...... tapi cantiknya buat rasa wrrrr tidak terasa ...

Awalnya saya sempat nyasar, mungkin karena saya ngak jago baca peta. Tau-tau saya malah sampai ke area shopping. Setelah makan pizza, saya jalan lagi dan sampai ke ‘Bloom Market’ atau pasar bunga. Saat itu adalah musim gugur, jadi jangan harap bisa liat bunga tulip dan lainnya. Malah yang ada adalah bunga kering, bibit, bungan kayu dan souvenir.


Ada restoran Indonesia di are Bloom Market, Namanya Sampoerna. Karena pizza ngak bikin saya kenyang .... maklum, perut Indo saya cuma kenyang ama nasi atau mie ... saya putusim makan siang lagi di Sampoerna.



Jangan nanya harga deh ...... satu piring mie goreng di sana bisa dapatin 10 piring di Indonesia. Tapi rasanya enak banget, ternyata kokinya dari Indonesia.

Setelah puas makan, saya jalan lagi ke Koninklijk Paleis atau Istana Koninklijk yang dulunya merupakan tempat tinggal raja dan ratu Belanda. Pada jaman kolonial, seserahan dari tanah jajahan disampaikan di istana ini.



Sepanjang jalan ke sana dan di sekitar istana, keindahan Amsterdam bisa dinikmati. Ada juga beberapa sign di jalan yang kata-katanya banyak dibanyak dipakai di Indonesia.

Korting 25% euy ..

Makelar apa ya ini?


Station Kereta Api

 Dalam perjalanan pulang, saya stop di took buku dan membeli ‘Max Havellar’ yang ditulis oleh Edward Doewes Dekker alias Multatuli. Harusnya semua orang Indonesia kenal buku ini, karena disebut dalam pelajaran sejarah, terutama dalam bab mengenai Tanam Paksa.


Sebelum tidur, dikamar hotel yang tua dan dikelilingi tatapan nyonya dan meneer belanda dalam lukisan, saya baca Max Havelaar. Seorang pegawai negeri belanda yang ingin keadilan untuk orang Indonesia, tapi tidak ada yang peduli. Jadilah Indonesia tetap diperas abis dan si belanda malah dipulangin ke kampung nya. Melihat indahnya Amsterdam, saya yakin ada sumbangan kekayaan, darah dan airmata orang Indonesia disitu.

Ngantuk ... akhirnya saya tidur... dengan TV yang nyiarin CNN terus menyala sampai pagi ... abis ngeri. Bangunan tua gitu, siapa yang bisa jamin ngak ada yang memperhatikan saya dari atas langit-langit ... hiiii ....

ASLI BELANDA

Keesokan harinya saya ikut tur ke pedesaan Belanda. Pertama kami diajak ke tempat pembuatan Sepatu Kayu atau Clog Maker di Marken.

Setelah itu naik kapal ke Volendam yang mempesona.


Saya sempat berfoto dengan pakaian tradisional wanita Belanda.


Di tempat display foto, saya melihat foto Megawati dan Gus Dur. Dari sana kami menuju tempat pembuatan keju di Zaanse Schans.

Tempat pembuatan keju adalah dalam satu area dengan lokasi Kincir Angin. Kincir angin disini sudah tua dan sudah masuk daftar World Heritage nya UNESCO. Saat itu sedang mendung.


Seharian ikut tur, saya jadi tahu Belanda aslinya gimana.  


Itu yang saya lihat, dengar, raba, injak di Belanda. Kalo yang saya rasa, sebagian besar adalah makanan di restoranm Sampoerna, karena cuma ini restoran Indo yang dekat hotel saya yang buka siang malam.

Di Amsterdam banyak restoran Indonesia. Dari yang jual take away kayak masakan Cina di Amrik sana, sampai restoran yang super fancy. Saya pernah harus antri di luar untuk bisa makan di restoran yang namanya Kantjil ... iya, ngantri, karena banyak sekali orang belanda yang makan di sana. Bangga juga sih ngeliat betapa masakan kita disukai.

Selanjutnya saya harus beres-beres, karena Menara Eiffel sudah nungguin saya ... Yes, I had to fly to Paris !!!