Saturday, January 30, 2010

Durban, South Africa (27-28 January 2010)


Durban adalah kota terbesar ketiga di Afrika Selatan dengan iklim seperti di Indonesia, panas dan lembab. Lokasi nya terletak tepat di sisi Samudra Hindia. Kota ini juga salah satu host Piala Dunia bulan Juni-Juli 2010 nanti, jadi pembenahan terjadi dimana-mana, termasuk di pantai di depan hotel saya menginap. Kalau dibanding Johanessburg, integrasi warganya lebih bagus. Di Johanessburg saya tidak pernah ketemu pasangan berbeda ras, di Durban pembauran seeperti ini terlihat sudah biasa.

Saat naik pesawat, saya tersenyum melihat tanda 'Hallal' tertulis di kemasan yogurt yang saya nikmati. Teman disamping saya yang kebetulan orang Afsel menjelaskan bahwa saya akan menemukan banyak hal yang 'Moslem Friendly' selama di Durban. Ternyata yang dibilang benar juga. Di hotel, walaupun pegawainya banyak etnik india dan tamu nya sebagian besar kulit putih; lokasi makanan halal dan non halal di pisah. Wow, saya salut dan merasa welcome.

Hari itu saya makan siang di Wilson's Whaf dengan kolega yang ikut dari Johanesburg dan juga yang lokal Durban. Yang, menarik teman-teman dari Durban ini berasal dari background yanng berbeda-beda: satu asli Durban dan mantan polisi pada jaman apartheid, berikutnya bernenek moyang dari Banglades, ada juga yang berasal dari Zimbabwe dan pindah ke Afsel karena sebagai kulit putih dia dan keluarganya sudah merasa tidak nyaman dengan pemerintahan Robert Mugabe. Tapi mereka mempunya satu hal yang sama; ramah dan helpful. Mereka juga memastikan ke saya bahwa semua makanan di restoran itu halal semua. Baik ya.

Di Durban saya sempat mengunjungi tiga tempat dari banyak site yang ditawarkan di kota itu: KwaMuhle Museum, Francis Farewell Square dan UShaka Marine Park. yang terakhir merupakan rekomendasi teman di Sangata. Well, let's see how good it is.

Sesuai rekomendasi juga, untuk alasan keamanan, saya pergi kemana-mana dengan taxi dari hotel. Supir taxi nya bernama Peter, ayah nya Peter berdarah Jerman dan ibunya Belanda. Saya meminta dia menunggu di mobil saat saya di musium, tetapi ternyata dia ikut masuk karena seumur-umur di Durban dia tidak pernah ke musium KwaMuhle.

Musium KwaMuhle adalah musium yang menampilkan jaman apartheid di Durban, Musium ini dulu nya adalah kantor tempat warga kulit hitam harus melapor untuk mendapatkan pekerjaan. Sebutan KwaMuhle berarti 'orang baik', ini refer kepada salah satu kepala kantor tersebut yang walaupun kulit putih tetapi punya usaha untuk memperbaiki keadaan waktu itu.

Banyak foto yang ditampilkan. Tetapi ada satu yanng sangat mengenaskan. Foto seorang penarik riksaw (Becak yang ditarik orang). Di situ terlihat riksaw yang 'European only' dengan penumpangnya yang kulit putih dan penarik nya kulit hitam. Yang membuat saya sedih adalah kostum penarik riksaw itu, dia memakai tanduk kerbau di kepala nya. Sangat merendahkan derajat. Saya membayangkan perasaan orang tersebut saat menarik riksaw dengan tanduk di kepalanya. Dia pasti seorang kakak, saudara atau bahkan suami atau ayah; yang seharusnya dihargai. Bukan diperlakukan seperti kerbau dengan kostum seperti itu.

Dari Kwamuhle saya pergi ke Ushaka Marine Park sambil melewati Francis Farewell Square. UShaka Marine Park seperti SeaWorld di Jakarta dikombinasikan dengan Ancol dan Waterboom. Jadi besar sekali. Karena hari itu sangat panas, saya lebih banyak menghabiskan waktu di Aquarium raksasa.

Pada perjalanan kembali ke hotel, saya minta diturunkan di area pantai untuk membeli suvenir. Tapi supir taxi tidak memperbolehkan,'Bahaya, tidak aman karena sudah mulai gelap.' Sayang banget. Melihat kekecewaan di muka saya, si Peter ini malah nawarin 'Bagaimana kalau besok saya menemani kamu jalan-jalan di pantai?' Well, nice try, but thank you, karena saya hari berikutnya sudah harus terbang ke Cape Town.

Day 0 - 1 - Cape Town, South Africa (29 Jan - 3 Feb 2010)

What's the most beuatiful city in the world? Kalau saya yang ditanya, jawaban saya adalah CAPE TOWN. Dengan keindahan pegunungan, laut biru dan pantai, perpaduan bangunan tua dan dan modern, mall dengan kios-kios penjual berlian, perkebunan anggur ditambah dengan hiruk pikuk persiapan Piala Dunia Sepak Bola, lengkap deh!

Saya beruntung, karena melewati weekend di kota ini sebelum kemudian mengikuti konferensi pada hari Senin. Lebih beruntung lagi, selama weekend saya ditemani seorag warga Cape Town bernama Marijke. Marijke adalah adik dari teman di Sangata. Saya tidak bisa membayangkan kalau tidak ketemu Marijke, pasti pengalamannya akan jauh berbeda.

Atas rekomendasi Marijke, saya berkeliling kota dengan nya di hari Sabtu dan mengambil tour ke Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) dengan travel agent di hari Minggu. Karena saat itu Cape Town sedang musim panas, matahari terbenam sekitar jam delapan, Marijke juga menganjurkan agar sepulang dari konferensi (Sekitar jam enam sore), saya coba pergi ke beberapa tempat menarik yang masih buka.

Anjuran Marijke saya ikuti dan hasilnya?

Hari Sabtu, saya ke V&A Waterfornt sendiri untuk beli oleh-oleh dan juga melihat keindahan Table Mountain dari area ini:

Di V&A kita juga bisa melihat beberapa grup penyanyi jalanan yang pentas sambil menawarkan CD mereka: 

Lalu dengan Marijke, saya pergi ke Castle of Good Hope (Istana pertama yang dibangun koloni Belanda sekitar Abad 16). Disana kami juga ke musium perang yang ada dalam kompleks istana ini. Ternyata, Belanda yang datang ke Afsel adalah bagian dari VOC dan juga dengan tentara bernama Batavia seperti di Indonesia:

Setelah itu kami pergi ke Distric Six Museum, musium yang menyimpan kenangan distric multi ras yang di deklarasikan oleh pemerintah apartheid untuk kulit putih saja. Distric ini menampilkan barang-barang milik keluarga kulit berwarna sebelum mereka dipindahkan ke tempat lain. Setelah ke Rhodes Memorial, kami berkendaraan ke Buitenverwacht dan Groot Constatia. Groot Constantia adalah area kebun anggur yang akan dijadikan Wine:

Di Groot Constantia, saya sempat menikmati Afternoon Tea bersama Marijke dan beberapa temannya. Saya mencicipi 'Rooibos' atau teh merah asli Afsel. Rasanya agak asam tapi dibilang mengandung anti oksidan tinggi. Bagus dong, sambil dapat nutrisi, saya juga berkenalan dengan beberapa orang lokal yang ramah.

Dari situ kami berputar di sekitar Rhodes Drive dan pergi ke Bo Kaap atau dikenal juga dengan nama Cape Malay. Bo Kaap adalah daerah tinggal etnic melayu yang pindah ke Afsel pada masa koloni Belanda dan Inggis. Jadi kita bisa bertemu dengan peranakan Malaysia atau Indonesia di sana. Bo Kaap juga dikenal sebagai pusat agama Islam di Cape Town.


Di Bo Kaap saya sempat melakukan shalat Ashar di salah satu masjid disana. Setelah berputar-putar, kami makan malam di restoran yang menyajikan makanan Melayu bernama 'Noon Gun'.

Dalam perjalanan kembali ke hotel, kami melewati Green Point Stadium, satu dari sembilan yang akan host Piala Dunia Sepak Bola 2010. Bentuknya seperti pesawat UFO!

Friday, January 29, 2010

Soweto, South Africa (25 January 2010)


Setelah penuh dengan pekerjaan di hari kerja, minggu siang kami pergi dengan Van lengkap seorang guide menuju area Soweto. Kota ini, pada masa Apartheid (Hingga 1994) merupakan daerah yang dialokasikan untuk tinggal kaum kulit hitam. Saat itu kaum ini tidak boleh berdiam di Johanessburg dan hanya boleh ke kota saat bekerja saja. Kota nya sekarang dihuni oleh empat juta orang dan sangat padat.

Pasar Soweto
Kami sempat dibawa ke pasar Soweto, ternyata tidak beda dengan pasar tradisional di Indonesia. Bedanya, disana kami mendapati satu buah mobil Audi sedang direparasi dipinggir jalan!
Di dekat pasar ini juga ada rumah sakit yang pernah memegang rekor terbesar di dunia, namanya kalo ngak salah Chis Hanna Hospital.

Mandela House
This was an emotional visit. Saat sampai di rumah ini saya langsung ke kamar kecil untuk mnyeka airmata saya. Seperti mimpi rasanya bisa mengunjungi rumah idola saya. Ya, saya mengidolakan Nelson Mandela karena walaupun dipenjara 27 tahun oleh rezim kulit putih yang sudah menindas bangsanya selama ratusan tahun; saat dia mempunyai kuasa untuk membalas, Mandela memilih mengajak bangsanya untuk saling memaafkan. Bersatu ke depan dan sama-sama membangun. Satu hal baik yang harus dicontoh.
Rumah ini dihuni Mandela dan keluarganya jauh sebelum dia masuk penjara. Setelah keluar dari penjara pun dia kembali ke sana sampai akhirnya pidah (Saya ngak tahu kapan pindahnya .....).
Walau rumah ini telah direnovasi, tapi design asli dan interiornya masih tetap dipertahankan. Ada beberapa perabot juga yang masih dipamerkan. Rumah itu sekarang dipagari dengan pagar besi dan kaca. Pengunjung harus membayar karcis sebelum masuk.

The Hector Zollie Pieterson Museum
Museum ini untuk memperingati demonstrasi yang dilakukan pelajar Soweto tahun 1976. Saat itu mereka menolak pemakaian bahasa Afrikaan di sekolah mereka. Afrikaan adalah bahasa yang di[akai kaum kulit putih yangn berakar dari bahasa Belanda. Saat demonstrasi terjadi kekacauan yang menyebabkan jatuhnya korban termasuk Hector Zollie Pieterson. Hector saat itu berusia 12 tahun.

Soccer City
Saat melihat bangunan ini dari jauh saya tidak bisa menyembunyikan rasa senang saya. I have been a fan of World Cup since I was a little kid! Dan melihat stadion yang akan menjadi host piala dunia 2010? Pasti kayak mimpi. Bangunan nya mengadaptasi mangkuk makan orang asli Afrika. Saat saya disana, masih banyak bagian halaman stadion yang belum selesai.
Pemerintah Afsel membangun stadium di Soweto karena orang Soweto memang gila bola.

Tapi terus terang, dari development yang sudah dilakukan pemerintah sekarang terhadap Soweto, walaupun sudah ada area yang diisi oleh rumah yang bagus, dibanding Joburg (Panggilan local untuk Johannesburg), Soweto jauh tertinggal. Seperti bumi dan langit.

Day 2 - Pilanesberg National Park (24-25 January 2010)


Saat baru sampai di Ivory Lodge saya senang menemukan bahwa disana ada tempat untuk African Spa. Asyik, lengkap deh. Karena rencana saya selama di Afrika Selatan adalah melihat culture, makanan, cara hidup dan spa; selain tujuan utama untuk kunjungan kerja.

Tapi ternyata waktu kami sangat ketat. Di hari kedua kami harus Safari subuh sampai jam delapan pagi dan jam sembilan harus check out agar bisa tiba di Johannesberg sebelum jam dua siang. Karena itu saya harus membatalkan rencana Spa. Tidak apa-apa, mungkin nanti bisa di Durban atau Cape Town.

Jam lima subuh kami semua bersiap untuk ber safari lagi. Pagi itu seperti nya binatangn-binatang masih tidur, karena sangat sedikit yang berkeliaran. Tapi kami sempat menemui sekawanan jerapah. Sekitar enam ekor, bagus sekali walau di kejauhan. Saat itu juga ada balon udara diatas taman nasional. Namun yang paling Indah adalah pemandangan pegunungan, danau dan savanna di pagi itu. Seperti lukisan indahnya. Foto yang saya lampirkan di posting ini saya ambil dengan mobile phone saya. Walau begitu gambar yang didapat menakjubkan. Kebayang kan bagaimana bagus aslinya?

Monday, January 25, 2010

Johannesburg, South Africa (20-27 January 2010)


Hampir satu minggu tinggal di Johannesburg memberi kesan baru bagi saya tentang Afrika Selatan. Saya yakin, dua kota lain yang akan saya kunjungi setelahnya juga akan memberi ‘bumbu’ yang lain atas pandangan saya, tapi let’s just say saat saya nulis ini, saya hanya tahu dari sisi Johannesburg saja.

Saat pada weekday hari saya dipenuhi dengan pertemuan dengan relasi, networking dan dinner; saat weekend saya dan teman-teman menyempatkan diri mengunjungi tempat-tempat menarik di sekitar Joburg (Sebutan orang local untuk kota Johannesburg).

Berikut adalah beberapa kesan dan tempat menarik yang saya temui:

Orang Afrika Selatan
Kesan pertama saya? Ramah. Baik yang kulit hitam maupun yang putih. Dengan masa lalu yang kelam di politik Apartheid dan rekonsiliasi yang dilakukan, tidak aneh kalau saya mengacungkan jempol pada mereka. Pada usaha untuk saling memaafkan dan bersama membangun Negara mereka. Memang masih banyak orang miskin yang berkeliaran di jalanan, banyak nya orang afrika hitam, tapi ada juga pengemis kulit putih. Di perkantoran juga masih didominasi kulit putih, sementara kulit hitam banyak yang kerja fisik.
Satu lagi, orang Afsel suka makan di luar rumah. Setiap saya masuk restoran, pasti penuh terus. Padahal itu pada hari kerja.
Ada juga persamaan tabiat buruk orang Afsel dengan orang Indonesia, yaitu suka main telepon genggam di pesawat dan membongkar bagasi pesawat sebelum pesawat stop. Malu ya ....

Kota Joburg
Johanessburg kota yang bersih. Tapi pagi dan sore macet dimana-mana. Ini mungkin juga karena banyaknya proyek infrastruktur yang dilakukan untuk persiapan Piala Dunia sepak bola yang akan dilakukan di Afrika Selatan bulan Juli nanti.
Saat pagi kita bisa melihat beberapa pekerja kulit hitam dipinggir jalan menuju tempat kerja kasar, begitu juga sebaliknya di sore hari.
Yang membedakan Joburg dari kota besar di Negara lain adalah:
- Saat mulai gelap, kota ini sepi. Mungkin karena orang takut keluar rumah karena issue keamanan. Ini juga nasehat yang saya dapat, Satu hal lagi yang agar tidak berjalan sendirian.
- Tidak didapati taxi resmi. Yang ada adalah mobil pengangkut berbentuk fan, tanpa pengenal sebagai kendaraan umum. Kendaraan ini hanya diisi oleh kulit hitam. Kebayang nanti kalau piala dunia, gimana para penngunjung bisa jalan-jalan ya?

Nelson Mandela Square
Pelataran besar dengan patung Nelson Mandela di sisinya, merupakan tempat yang cocok untuk melihat atmosphere cosmopolitan kota Joburg. Disisi pelataran ini dipenuhi dengan rumah makan, baik asia, eropa maupun afrika. Disini juga ada papan baliho besar lengkap dengan countdown menuju hari dimulainya Piala Dunia Sepak Bola 2010.
Asyiknya buat saya? Tempat ini berada satu area dengan hotel dimana saya menginap, Michaelangelo Hotel.

Chameleon Centre
Saat akhir pekan, dalam perjalanan ke Pilanesberg National Park, kami stop di Chmaleon Centre. Di tempat ini, kita bisa membeli kerajinan tangan dan souvenir Afrika dengan harga murah, seperti Pasar Sukowati di Bali DIsini juga kita bisa melakukan tawar-menawar. Saat meninggalkan pasar itu, saya menenteng empat kantong plastic penuh dengan oleh-oleh!!
Masih belum cukup,dalam perjalanan pulang saya balik lagi dan membeli satu plastic oleh-oleh lagi 

Pilanesberg National Park
Karena saya bermalam disini plus kesan dan foto nya juga bagus-bagus, maka cerita nya saya posting terpisah aja ya.

Soweto
Sama seperti Pilanesberg NP, karena kesan dan foto nya bagus-bagus, maka cerita nya saya posting terpisah.

Moyo Restaurant
Safari sudah, ke Soweto juga sudah, yang masih belum dinikmati adalah makanan asli afrika. Karena itu, satu malam kami dinner di Restoran bernama Moyo yang menyediakan makanan benua afrika, dari utara sampai selatan.
Malam itu saya memilih jalan aman saja, memesan oseng cumi Mozambique untuk starter dan sup kedelai Marocco untuk main menu. Teman yang lain ada yang memesan Springbok, sejenis kijang yang menjadi mascot tim rugby Afsel. Saya cicipi sedikit, rasanya seperti daging asap. Eh, setelah sedikit daging itu saya telan, teman saya bilang bahwa itu daging mentah!
Selain makanannya yang menarik, pelayan Moyo juga berseragam tradisional Africa dan tamu diberi face painting. Seru!

Day 1 - Pilanesberg National Park, South Africa (23-24 Jan 2010)


Setelah bekerja dan networking pagi sampai malam selama hari kerja, saat weekend saya dan teman-teman berangkat ke Pilanesberg untuk melakukan African Safari.
Perjalanan ke Pilanesberg memakan waktu tiga jam dengan kecepatan 100 km/jam. Di perjalanan kami sempatkan stop di Chameleon Center untuk membeli souvenir dan kerajinan Afrika dan juga makan siang.

Di Afsel (Afrika Selatan), ada beberapa golongan binatang yang paling diinginkan untuk dilihat. Yang paling popular adalah the Big 5: Badak, Gajah, Banteng Hutan, Singa dan Leoprad. Mereka adalah binatang yang paling berbahaya. Ada lagi Magnificent Seven, yaitu the Big Five ditambah Kuda Nil dan Cheetah. Selain itu masih ada Ugly Five (Kasihan ya ….) yaitu Hyenna, babon, buaya, baby hutan dan satu lagi yang saya lupa namanya.

Karena kami berencana melakukan Safari sore hari (Includes Night Safari) dan Safari pagi hari, maka kami menginap di Ivory Tree Lodge yang berada di area Pilanesberg. Lodge ini berbentuk rumah tradisional penduduk asli Afrika, tapi tentu bagian dalamnya sudah dimodernkan. Yang asyk, kamar mandinya tidak pakai atap, jadi kita bisa melihat pegunungan, bahkan binatang disana saat mandi.

Safari nya bagaimana? Seperti halnya orang Makasar bilang ikan bakar di daerah lain tidak ada apa-apanya dibanding yang ada di daerah Sulawesi Selatan, orang Afrika memang fair bila bilang taman safari atau kebun binatang di negara lain tidak ada apa-apanya. Karena tidak ada kebun mana pun yang bisa menyamai pemandangan binatang hidup liar dan bebas di habitat aslinya seperti yang ada di Afrika.



Itulah yang saya dapati. Jam lima sore kami naik mobil safari. Sempat takut juga, karena mobil safari nya berupa Toyota Landcruiser Pick Up yang dimodifikasi menjadi ten seater (10 penumpang). Selain itu bagian sisi mobil hanya dibatasi setinggi setengah meter dari badan mobil. Bagaimana kalo ada singa yang loncat??? Tapi saya nekat duduk paling samping, kapan lagi bisa bebas melihat pegunungan dan binatang kalau tidak sekarang?

Binatang yang pertama kami temukan adalah badak, lalu kuda zebra, jerapah dan sekelompok gajah yang sedang minum di sisi danau. Hingga matahari terbenam, kami belum juga menemukan SInga atau Leopard, padahal ini yang ingin sekali saya lihat.

Namun tidak lama, guide kami yang bernama Paul, mendapat informasi radio tentang keberadaan singa betina. Mobil kami langsung berputar dan menemukan singa tersebut. Tidak lama kami juga menemukan dua ekor singa jantan. Mobil kami mengikuti kedua singa tersebut hingga mereka menghilang kegelapan malam.

Setelah berhasil melihat tiga dari lima anggota Big Five, Paul info bahwa kami harus ‘Ferrari Safari’ ke Lodge, dengan kata lain harus ngebut karena makan malam sudah tiba. Yes, waktu itu sudah jam delapan lewat!

Friday, January 22, 2010

24 jam ke Johannesburg, South Africa (19-20 January 2010)


Perjalanan saya ke Africa Selatan (South Africa) sepertinya memang perlu usaha panjang. Yes, pertama karena ini bagian dari perjalanan dinas, maka perlu approval sana-sini. Setelah semuanya siap; visa, tiket, hotel dan lainnya; ternyata masih ada usaha lain yang dibutuhkan.

Perjalanan dimulai dari dengan twin otter (pesawat kecil 18 penumpang) satu jam dari tambang (Tanjung Bara) ke Balikpapan. Saya sempat ketar-ketir, karena jalan menuju airport di Tanjung Bara terputus akibat hujan deras. Jadinya agar bisa lewat saya harus melewati sisa jalan dengan berpegang pada tambang. Saya sih ok aja, itung-itung latihan buat out bound, tapi staff Rescue yang membantu memanggul bagasi saya yang 15 kilo yang kasihan !Dari Balikpapan ke Singapore dengan Silk Air selama dua jam lalu transit selama enam jam. Pukul 02.30 pagi baru naik Singapore Airline selama 11 jam ke Johannesburg.

Di perjalanan saya duduk bersebelahan dengan penumpang yang ternyata pengusaha dari Angola. Ternyata Bapak Anggola ini pengusaha kaya yang dapat borongan dari pemerintahnya untuk membangun 150,000 unit rumah susun bagian dari program satu juta rumah susun di sana. Di Angola, satu unit rumah susun tiga kamar berharga sekitar USD30,000 atau Rp 300,000,000,- (mahal ya!). Kalo dikalikan 150,000 rumah berapa untung si Bapak ya? Selain bicara seberuntung nya dia, si Bapak juga banyak cerita tentang negara nya. Lumayan, saya dapat informasi mengenai Angola first hand.

Untungnya terbang malam, selain mudah tidur, kita bisa menyaksikan matahari terbit. Sewaktu kami terbang diatas wilayah Madagaskar, saya bisa mengambil gambar saat-saat mahatari muncul di cakrawala. Bagaikan lukisan yang cantik.

Sekitar jam tujuh pagi saya sampai di Joburg (Panggilan lokal terhadap Johannesburg, lebih irit kalo sebutannya begini ya!). Dari airport nya, kita sudah melihat bagaimana antusiasnya Afrika Selatan menyambut Piala Dunia yang akan mereka host beberapa bulan lagi. Spansuk, logo, bilboard dimana-mana. Hhmmm ... apalagi susana kota nya ya?

Ceritanya saya sambung nanti ya, karena harus siap-siap pergi nih ... maklum, bisnis trip :)

Saturday, January 9, 2010

Hongkong Day 2 & 3 (Maret 2009)


Day 2 - Keliling Hongkong

Setelah menghabiskan hari pertama di Disneyland, pada hari kedua giliran kota Hongkong yang kami jelajahi.

Dua tahun sebelumnya, saya ikut city tour untuk keliling Hongkong. Harga waktu itu sekitar 300,000 per orang dan mendatangi lima tempat, salah satu nya Ocean Park (Seperti Ancol). Karena sekarang kami berempat, untuk lebih hemat saya membuat rencana tour sendiri dengan transport MTR dan taxi.

Kami meninggalkan hotel sekitar jam 10 pagi. Dengan MTR kami menuju tujuan pertama yaitu The Peak. Dengan MTR kami menuju Central station. Sesampai disana kami seharusnya berjalan kaki menuju tempat Tram yang berada di dataran rendah the Peak. Tram ini akan membawa kita ke dataran tinggi the Peak. Namun kami malah kebingungan, orang lokal yang kami tanyai memberi petunjuk yang berbeda-beda. Akhirnya kami naik taxi ke tempat Tram.

Setelah membayar karcis dan mengantri, kami naik tram. Sesampai di the Peak, karena kami juga membeli tiket ke observation deck, kami langsug menuju ke sana. Pemandangan yang kami dapat sangat spektakular. Dari sana kita bila melihat Victoria Harbour, kota Hongkong dan sampai Kowloon. Gedung pencakar langit yang biasanya kita lihat dengan menengadah, berada dibawah kami. Tidak percaya? Silahkan lihat di foto posting ini.

Dari the Peak kami menyeberang ke Kowloon dengan MTR. Tujuan kami adalah ke Avenue of Stars dan Ladies Market. Avenue of Stars adalah area dipinggir perairan yang memisahkan Hongkong Island dan Kowloon. Bintang-bintang terkenal Hongkong ditorehkan namanya dan juga cap telapak tangan mereka di pelataran area tersebut. Kita bisa menemukan telapak tangan Andy Lau, Chow Yun Tat, Joan Chen dan tentunya .... Bruce Lee. Pemandangan dari sana juga spektakular, karena kita berseberangan dengan kota Hongkong. Jadi Hongkong dengan pencakar langitnya terlihat dari Avenue of Stars. Sayangnya kami disana sebentar, tidak sampai malam, karena biasanya dimalam hari dari area ini kita bisa melihat Symphony of Light, tarian sinar laser.

Setelah itu, tetap dengan MTR, kami menuju Ladies Market. Namanya keren ya, tapi sebenarnya ini pasar penjual suvenir yang dicampur pasar garmen biasa. Kalo di Balikpapan bisa jadi Pasar Kebun Sayur campur Pasar Klandasan, jadi kita tidak hanya dapat suvenir ala Hongkong tapi bisa beli baju made in China juga. Karena murah, banyak diserbu turis. Disebut Ladies Market, mungkin karena yang nyerbu kebayakan wanita (??). Karena kedua anak saya sudah lapar, maka kami stop di McDonald terdekat, sementara adik saya yang shopping di pasar. Hasilnya? Oleh-oleh murah meriah plus satu set seragam Bola klub Galaxi dengan mana David Beckham seharga 50,00rupiah.

Tujuan terakhir kami hari itu adalah Jumbo Kingdom yang terletak di Aberdeen Hongkong Island. Jumbo KIngdom adalah yaitu restoran terapung berbentuk istana china. Megah sekali. Tapi di restoran ini saya belajar bahwa riset yang saya lakukan mengenai Hongkong, tailor made city tour dan harga nya adalah belum cukup.

Pada kunjungan saya sebelumnya, saya ke restoran ini dengan rombongan tour, jadi makannya pun rame-rame d1 satu meja. Sedang yang ini kami hanya berempat. Saya berhitung dalam hati bahwa pasti secara proporsi harga dibawah 500,000 untuk berempat. Ternyata? .... saat saya membuka buku menu jantung saya mau copot. Adik saya malah mengomel. Harganya mahal banget! Saya sendiri malu untuk menuliskan disini. Tapi karena sudah keburu ada disitu akhirnya kami pesan juga menu empat sehat ... nasi, satu menu ikan, satu menu sayur dan gratisan teh hangat (untuk mengganti menu buah karena tidak ada yang gratis). Makanannya enak. Keluar dari restoran adik saya masih ngedumel, tapi saya memberi nasehat bahwa karena ke Hongkong aja kita keluar uang banyak (Walaupun pake paket hemat!), jadi harus dinikmati. Lagian .... yang bayar semua juga saya :)

Namun kalau dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan dengan membuat tour sendiri jadinyanya lebih mahal daripada ikut tour group. Tapi dasi sisi kepuasan, lebih puas atur sendiri ... karena kita bisa pilih ke mana saja, makan apa saja dan kapan saja. Tinggal dealing dengan .... 'berapa saja' yang kadang jadi masalah.


Day 3 - Maunya sih ke Macau tapi ....

Pagi-pagi kami berempat sudah siap, tujuan hari itu: Macau. Kami menemui Pak Wong untuk minta peta turis dan juga informasi biayanya. Ternyata biaya bolak-balik ke Macau dengan naik feri cepat satu orang seharga hampir sejuta rupiah. Waduh, mahal amat! Setelah mempertimbangkan biaya dan tempat wisata yang ada di sana yaitu wisata sejarah dan entertainment yang mungkin tidak bisa dinikmati oleh anak-anak, akhirnya kami putuskan untuk membatalkan perjalanan ke Macau.

Jadinya? Ke Disneyland lagi. Tapi memang yang namanya Disneyland 'Kagak ada matinye!'. Kesan yang kami dapat tetap fantastic, magical dan bagus bagus bagus. Kali ini kami meninggalkan theme park sekitar jam tiga sore. Saya terpaksa menyeret Lilo keluar dari sana karena dia tidak mau pulang.

Dari Disneyland kami menuju Stanley Market. Pasar suvenir yang berada di dataran tinggi selatan pulau Hongkong. Perjalanan dengan taxi ke area ini memberikan pemandangan yang indah, pemandangan tebing dan pantai. Stanley Market berbeda dari ladies market. Disini tidak sepenuh ladies Market dan tempat nya nyaman, banyak cafe. Sekali lagi, karena anak-anak sudah lapar, saya dan anak-anak makan malam sementara adik saya berbelanja di pasar.

Sebelum magrib kami meninggalkan Stanley Market menuju penginapan. Rute jalan jalan yang kami ambil salah satunya berada diatas dam besar. Saya tidak tahu nama daerah nya, cuma pemandangan dam yang ada tepat di sisi jalan sangat menakjubkan. Sesampai di kota kami terjebak macet, yang lebih gawat supir taxi tidak tahu jalan menuju apartment kami. Hingga ketika kami sampai ke jalan buntu yang ramai dengan pengunjung si supir menyerah dan meminta kami mencari taxi lain. Saya menyerahkan uang 500 dollar, membawa Lulu keluar dan meinta Helga adik saya menggendong Lilo selama menunggu taxi yang lain. Hujan yang rintik-rintik mendramatisir keadaan saat itu.

Sesampai di apartment saya menanyakan kembalian taxi kepada adik saya karena yang harus dibayar hanya 30 dollar.'Ngak ada Teh, kan aku bawa Lilo' jawab adik saya. Saya bengong. No ...., 470 dollar, sepadan dengan 600 ribu rupiah melayang! Kesel deh. Dasar itu supir ngak jujur, sudah nurunin penumpang di jalan, nilep uang kembalian lagi.


Tapi terlepas dari beberapa insiden, overall liburan di Hongkong tetap asyik. Saya tidak lupa pada lampu papan reklame dalam tulisan cina yang begitu ramai di tiap pusat perbelanjaan, ekspresi wajah anak-anak saat melihat tokoh kartun mereka dan decak kagum adik saya saat memandang ke kota Hongkong dari the Peak. Semua memang ada harganya :)