Tuesday, May 1, 2012

SEORANG INLANDER DI AMSTERDAM (Negeri Belanda, Oktober 2011)

Akhirnya, setelah dimimpi-mimpi dan di idam-idam, sampai juga saya ke Eropa untuk ‘Me’ holiday. Idenya nyuri punya teman di kantor yang mau liburan sendiri (Makasih ya Vie ....), tanpa keluarga tanpa teman. Biar pol refreshing nya .... (Bukannya ngak sayang keluarga lho, tapi kadang seorang Ibu perlu break juga!).

Saya cuma mutusin pergi ke Belanda dan Prancis, kenapa? Karena waktunya cuma sekitar seminggu dan dua negara ini masuk favorita saya dalam hal sejarah dan juga cantiknya.  

DITAHAN POLISI

Yang pertama saya injak adalah Amsterdam. Setelah 15 jam penerbangan dengan Garuda, akhirnya saya sampai di Schipol Airport. Ngantri di imigrasi saya deg degan karena ada beberapa orang yang tidak boleh lewat. ‘Aduh, mudahan bukan aku ya ...’ piker saya.

Apa nyana, saat sampai di depan petugas saya ditanya kenapa pergi sendiri, apakah pernah ke eropa sebelumnya, kenapa pake visa Schengen Prancis, dan beberapa pertanyaan lain. Mungkin petugasnya tidak puas dengan jawaban saya, maka saya diminta ikut kantor polisi bandara yang kebetulan ada diarea situ juga.

Pak polisi meminta menunggu didepan kantor nya sementara dia membawa paspor saya. Di sana banyak juga penumpang yang menunggu ‘dibebaskan’; ada segerombolan orang Rusia, orang Guatemala, beberapa orang dengan wajah timur tengah.

Di sebelah saya duduk seorang bapak dengan dandanan rapi. ‘Apakah Anda dari Turki?’ Tanya saya. ‘No, saya orang Irak’ jawabnya. Saya mulai gelisah. ‘Waduh, jangan-jangan aku disangka teroris’ kata saya dalam hati.

Namun setelah itu saya melihat seorang berperawakan eropa juga ditahan disana. Rambutnya pirang, dia membelakangi saya. Dari situ saya berkesimpulan ini hanya random cek aja, tidak ada hubungannya dengan terorisme. Tapi pikiran saya itu buyar ketika si pirang ini berputar menghadap saya. Di baju nya tertulis ‘Norway’ dengan huruf super besar!* Shhhh .... emang tampang gue kayak teroris?

Tapi teman-teman, ini ngak ada hubungan ama jilbabku ya, karena banyak wanita berjilbab yang boleh lewat imigrasi kok.  

*Beberapa bulan sebelum saya tiba di Amsterdam, seorang garis kanan Norwegia, Anders Brevik, meledakan bom di Oslo dan menembak 69 anak muda Norwegia.

Namun saya hanya menunggu 15 menit ketika polisi memanggil saya, memberikan beberapa pertanyaan sederhana dan memperbolehkan saya lewat. Senengnya .... ngak kebayang kalo harus disuruh balik ke Indonesia ..... rugi banget.

Lepas dari imigrasi, ambil bagasi, di beri informasi soal kereta dari airport ke kota oleh petugas belanda tulen yang jago bahasa Indonesia (termasuk gaul nya); rasa kesal saat ditahan langsung hilang!  

CANTIKNYA INI KOTA ......

Sampailah saya ke Amsterdam ..... ada perasaan sentimental yang nyentil saya. Entah karena saya suka belajar sejarah, atau karena saya orang Indonesia ya?

Susana di Amsterdam membawa saya ke berabad-abad lalu. Saya membayangkan bagaiman orang-rang disini mengontrol Inlander yang ada di East Indische. Amsterdam adalah sebuah kota tua yang cantik, semua bangunan yang ada disisi kanal adalah bangunan yang sudah ratusan tahun umurnya.

Saya memilih menginap di hotel Amstelzech yang terletak tepat disisi kanal. Pemandangan dari kamar saya cantik sekali.


Tapi saya prefer melihat keindahan dengan jalan-jalan daripada dari jendela, jadi setelah istirahat sejenak, saya putuskan untuk jalan kaki memutari Amsterdam. Dingin ...... tapi cantiknya buat rasa wrrrr tidak terasa ...

Awalnya saya sempat nyasar, mungkin karena saya ngak jago baca peta. Tau-tau saya malah sampai ke area shopping. Setelah makan pizza, saya jalan lagi dan sampai ke ‘Bloom Market’ atau pasar bunga. Saat itu adalah musim gugur, jadi jangan harap bisa liat bunga tulip dan lainnya. Malah yang ada adalah bunga kering, bibit, bungan kayu dan souvenir.


Ada restoran Indonesia di are Bloom Market, Namanya Sampoerna. Karena pizza ngak bikin saya kenyang .... maklum, perut Indo saya cuma kenyang ama nasi atau mie ... saya putusim makan siang lagi di Sampoerna.



Jangan nanya harga deh ...... satu piring mie goreng di sana bisa dapatin 10 piring di Indonesia. Tapi rasanya enak banget, ternyata kokinya dari Indonesia.

Setelah puas makan, saya jalan lagi ke Koninklijk Paleis atau Istana Koninklijk yang dulunya merupakan tempat tinggal raja dan ratu Belanda. Pada jaman kolonial, seserahan dari tanah jajahan disampaikan di istana ini.



Sepanjang jalan ke sana dan di sekitar istana, keindahan Amsterdam bisa dinikmati. Ada juga beberapa sign di jalan yang kata-katanya banyak dibanyak dipakai di Indonesia.

Korting 25% euy ..

Makelar apa ya ini?


Station Kereta Api

 Dalam perjalanan pulang, saya stop di took buku dan membeli ‘Max Havellar’ yang ditulis oleh Edward Doewes Dekker alias Multatuli. Harusnya semua orang Indonesia kenal buku ini, karena disebut dalam pelajaran sejarah, terutama dalam bab mengenai Tanam Paksa.


Sebelum tidur, dikamar hotel yang tua dan dikelilingi tatapan nyonya dan meneer belanda dalam lukisan, saya baca Max Havelaar. Seorang pegawai negeri belanda yang ingin keadilan untuk orang Indonesia, tapi tidak ada yang peduli. Jadilah Indonesia tetap diperas abis dan si belanda malah dipulangin ke kampung nya. Melihat indahnya Amsterdam, saya yakin ada sumbangan kekayaan, darah dan airmata orang Indonesia disitu.

Ngantuk ... akhirnya saya tidur... dengan TV yang nyiarin CNN terus menyala sampai pagi ... abis ngeri. Bangunan tua gitu, siapa yang bisa jamin ngak ada yang memperhatikan saya dari atas langit-langit ... hiiii ....

ASLI BELANDA

Keesokan harinya saya ikut tur ke pedesaan Belanda. Pertama kami diajak ke tempat pembuatan Sepatu Kayu atau Clog Maker di Marken.

Setelah itu naik kapal ke Volendam yang mempesona.


Saya sempat berfoto dengan pakaian tradisional wanita Belanda.


Di tempat display foto, saya melihat foto Megawati dan Gus Dur. Dari sana kami menuju tempat pembuatan keju di Zaanse Schans.

Tempat pembuatan keju adalah dalam satu area dengan lokasi Kincir Angin. Kincir angin disini sudah tua dan sudah masuk daftar World Heritage nya UNESCO. Saat itu sedang mendung.


Seharian ikut tur, saya jadi tahu Belanda aslinya gimana.  


Itu yang saya lihat, dengar, raba, injak di Belanda. Kalo yang saya rasa, sebagian besar adalah makanan di restoranm Sampoerna, karena cuma ini restoran Indo yang dekat hotel saya yang buka siang malam.

Di Amsterdam banyak restoran Indonesia. Dari yang jual take away kayak masakan Cina di Amrik sana, sampai restoran yang super fancy. Saya pernah harus antri di luar untuk bisa makan di restoran yang namanya Kantjil ... iya, ngantri, karena banyak sekali orang belanda yang makan di sana. Bangga juga sih ngeliat betapa masakan kita disukai.

Selanjutnya saya harus beres-beres, karena Menara Eiffel sudah nungguin saya ... Yes, I had to fly to Paris !!!