Friday, December 11, 2009

Kota Tua Jakarta (15 Agustus 2009)


Hari Sabtu di Jakarta dan bingung mau ngapain? Buat saya it is a big deal. Karena jauh-jauh dari Kalimantan dan bengong di hotel menunggu hari Senin untuk bekerja lagi akan sangat membosankan. Tapi untuk long weekend yang ini saya sudah bikin plan dari jauh hari, diantaranya pergi ke Kawasan Kota Tua di Jakarta.

Research saya lakukan lewat internet dan majalah untuk memastikan saya bisa mengunjungi semua tempat yang menarik minat saya. Setalah itu, berbekal peta wisata Jakarta yang saya dapat di Blue Bird Taxi, saya siap berangkat dengan adik saya Helga.

Jam 10 pagi kami meninggalkan Hotel Sultan, dengan taxi kami menuju tempat pertama yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa. Agak jauh juga perjalanannya, tapi kami dibantu keadaan lalu lintas yang masih 'sepi' dalam konteks Jakarta. Sesampai di Pelabuhan???? Well, kami kecewa. Mungkin perasaan saya aja kali ya, tapi dari dulu saya mengharapkan melihat pelabuhan tua yang ada di lukisa-lukisan tetapi Pelabuhan Sunda Kelapa ternyata tidak setua atau sekuno yang kami bayangkan. Namun kami tetap berputar purat dengan taxi.

Next stop is Menara Syahbandar. Kami berharap akan lihat bangunan kuno, at least suasana yang lebih kuno dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Dan kami ternyata beruntung. Walaupun area nya kecil, berada di tengah-tengah wilayah yang padat dan bau ikan; menara ini menara asli dari jaman 1700an dan masih terawat. Saat itu ada beberapa turis lokal dan asing. Dengan membayar 2000 rupiah kita bisa naik ke menara. Di dinding tiap lantai menara ada banyak lukisan dan gambar tempo dulu yang diambil dari menara. Dari jendela menara kita bisa melihat sampai ke area Sunda Kelapa. Setelah mengambil beberapa foto kami balik ke taxi dan pergi menuju ke Mesum Bahari.

Sebenarnya Musium Bahari hanya sekitar seratus meter dari Menara Syahbandar, namun karena saya mau keep taxi yang mengantar jadi naik taxi juga deh. Kami minta taxi tersebut menunggu didepan museum karena kami pikir hanya perlu sepuluh menit di museem. Ternyata kami salah.

Museum Bahari adalah bekas bangunan jaman VOC, dibangun sekitar tahun 1700an juga dan katanya bekas gudang dan benteng (yang bener yang mana ya?). Tapi kalau dilihat dari bangunan sebenarnya bisa jadi gudang dan benteng (karena didalamnya ada meriam juga). Bangunan terdiri tiga lantai yang teratas adalah bagian kolong atap atau attic. Bangunannya sangat terawat. Sekali lagi, dengan membayar 2000 rupiah, saya dan Helga sudah bisa menikmati susana sambil belajar.

Museum ini memberi informasi mengenai sejarah bahari Indonesia dari jaman nusantara, kolonial sampai sesudah merdeka. Banyak gambar, display kapal mini dan kapal tradisional ukuran sebenarnya. Sambil mengitari museum saya membayangkan bagaimana susana kehidupan pada masa dulu dala bangunan ini. Bagaimana orang-orang yang ada dulu beraktivitas. Karena exciting, kami memasuki setiap ruangan dan naik ke tiap lantai. Tidak lupa mengambil beberapa foto. Namun ada beberapa bagian museum yang membuat bulu kuduk berdiri, terutama bagian attic dan bangunan belakang. Tapi overall, kami sangat puas, diminta bayar lebih dari 2000 rupiah juga pasti mau balik lagi. Keluar dari museum kami baru sadar kalau taxi sudah menunggu lebih dari setengah jam!

Next stop is Cafe Batavia, pasti dong, karena kami sudah lapar. Namun sebelum kesana, kami stop di area pasar ikan untuk beli kerajinan dari kerang. Cermin diameter 40 cm dengan bingkai kerang 75,000 rupiah. Good price! Saya juga beli dua bungkus kerang untuk oleh-oleh dua anak saya di Kalimantan. Mereka bisa pakai untuk kerajinan tangan.

Dari pasar ikan kami berangkat ke Cafe Batavia. Dalam perjalanan kami melewati bangunan tua seperti Jembatan Kota Intan, Cafe Galangan, dan banyak bangunan tua lainnya. Namun beberapa dari mereka banyak yang tidak terawat. Sayang sekali.

Kawasan tempat Cafe Batavia berada satu kompleks dengan Museum Fatahilah, Museum Wayang dan Museum Keramik. Mereka berada di tiap sisi lapangan yang ada di depan Museum Fatahilah (Istilah di eropa nya 'Square' kali ya). Pada hari itu sedang ramai. Di lapangan banyak tenda penjual makanan dan suvenir. Ada juga ondel-ondel dan penyewaan sepeda ontel. Setelah membayar taxi yang sudah kami pakai sekitar tiga jam, kami langsung ke Cafe untuk makan siang.

Interior Cafe cantik sekali, nuansa tahun 1920-30an. Harga makanan? Kalo untuk saya mahal, tapi sebanding dengan rasa dan suasana yang didapat. Jadi ngak rugi dong. Selesai makan kami istirahat dulu lalu melanjutkan jalan-jalan ke Museum Fatahilah.

Museum ramai pengunjung, terutama anak muda. Museum yang ini tidak sekuno Museum Bahari, tapi karena ini dulunya istana jadi megah sekali. Banyak mebel, lukisan dan hiasan jaman penjajahan yang dipamerkan. Karena ramai, susananya tidak spooky. Setelah pergi dari lantai ke lantai, ke bagian belakang bangunan dan penjaranya juga, kami mampr di toko suvenir yang berada dibangunan luar. Saya beli satu gantungan kunci berbentuk tower museum dan fridge magnet berbentuk onddel-ondel. Setelah itu kami istirahat sambl menikmati Kerak Telur di salah satu tenda penjual makanan di lapangan.

Tujuan terakhir kami adalah Musium Wayang. Yang pasti banyak wayang yang ditampilkan, dari wayang yang ada di seluruh Nusantara, sampai wayang yang ada di Mancanegara. Termasuk wayang hadiah dari beberapa Kepala Negara Sahabat yang berkunjung ke Indonesia.

Sekitar jam tiga sore kami naik taxi kembali ke hotel. Daerah Kota hari itu panas dan macet, syukurlah kami dalam taxi yang dingin. Sesampai di hotel kami masih membincangkan perjalanan ke Kota Tua. Sangat mengesankan. Semoga bangunan di daerah Kota Tua dirawat dan yang belum terawat pun akhirnya dirawat juga.

No comments:

Post a Comment